BeritaLintas DaerahNews

Pertalite Mengalir ke Jerigen, SPBU 34.403.34 Diduga Langgar Aturan Distribusi BBM

95
×

Pertalite Mengalir ke Jerigen, SPBU 34.403.34 Diduga Langgar Aturan Distribusi BBM

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Sumedang – Praktik penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dengan cara yang diduga melanggar aturan kembali mencuat, Sabtu (26/7/25).

SPBU bernomor 34.403.34 yang berlokasi di Jalan Raya Rancaekek – Garut, tepatnya di wilayah Sindang Pakuon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, diduga kuat melayani pembelian BBM menggunakan jerigen dalam jumlah besar.

Temuan ini diperoleh dari hasil investigasi tim di lapangan. Terlihat beberapa pengendara melakukan pembelian Pertalite tidak langsung untuk kendaraannya, melainkan menggunakan wadah jerigen dan galon air.

Salah seorang pria yang enggan disebutkan namanya mengaku telah lama menjalani usaha jual beli BBM secara eceran.

“Saya udah lama usaha begini, ngambil di SPBU ini,” katanya singkat sambil menunjukkan dua galon berisi penuh Pertalite di atas motornya.

Galon tersebut masing-masing berkapasitas 10 liter. Bahkan, motor jenis Suzuki Thunder yang ia kendarai pun terlihat telah terisisi penuh tangkinya.

BBM tersebut kemudian dijual kembali dengan harga Rp12.000 per liter jauh di atas harga resmi eceran Pertalite yang ditetapkan pemerintah. Kegiatan ini tentu sangat merugikan masyarakat, terutama mereka yang membutuhkan BBM subsidi untuk keperluan pribadi.

Beberapa narasumber internal yang berhasil dihimpun menyebut bahwa praktik pengisian BBM menggunakan jerigen di SPBU tersebut sudah berlangsung cukup lama.

“Kalau untuk pembelian pakai jerigen mah, sudah lama juga sih ada di sini,” ujar salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen SPBU 34.403.34 belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran tersebut.

Perlu diketahui, sesuai dengan ketentuan Pertamina dan peraturan pemerintah, penyaluran BBM bersubsidi tidak diperbolehkan dilakukan menggunakan jerigen kecuali dalam kondisi tertentu dan dengan surat rekomendasi resmi dari instansi terkait.

Jika benar terjadi pelanggaran, hal ini patut menjadi perhatian serius aparat dan regulator demi menjaga distribusi subsidi agar tepat sasaran.

Pihak berwenang diharapkan segera turun tangan menyelidiki praktik di SPBU ini sebelum dampaknya semakin luas terhadap distribusi BBM bersubsidi di wilayah Sumedang dan sekitarnya.

(Tim liputan)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…