BeritaNews

Undang Rubaman : Setiap Dana Anggaran, itu Selalu kami Gunakan dengan Tepat Sasaran Sesuai Kebutuhan Infrastruktur

178
×

Undang Rubaman : Setiap Dana Anggaran, itu Selalu kami Gunakan dengan Tepat Sasaran Sesuai Kebutuhan Infrastruktur

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com Kab. Bandung – Dana desa adalah alokasi dana untuk membangun desa dalam APBN, yang disalurkan melalui APBD. Prioritas penggunaannya pada 2022 telah diatur oleh pemerintah. Dana desa merupakan salah satu bentuk pemasukan desa. Terkait dana desa, jumlah alokasi, tujuan, dan prioritas dari dana tersebut diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Berikut ulasan selengkapnya.

Pengertian Dana Desa Dalam menjalankan pemerintahan di suatu desa, pemerintah desa tentu memerlukan sejumlah dana. Berdasarkan Pasal 72 UU 6/2014jo. Perppu 1/2020, desa memiliki beberapa sumber pendapatan. Jika dirinci, pendapatnya berasal dari pendapatan asli, alokasi APBN, bagian hasil pajak dan retribusi daerah, bantuan keuangan dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota, hibah dan sumbangan dari pihak ketiga, serta dana desa.

Sebagai informasi tambahan, pendapatan asli desa merupakan pendapatan yang didapat desa atas berbagai hal, seperti hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lainnya.

Kepala Desa Padamukti Kec. Solokan Jeruk Kab. Bandung Undang Rubaman pada saat diwawancarai oleh awak media mengatakan ” Setiap anggaran dana desa didesa kami Alhamdulillah selalu kami gunakan sesuai dengan program yang dihasilkan dari Musdes (Musyawarah Desa) guna kepentingan Infrastruktur, dan aspirasi lainnya “.

” Seperti jalan gang, dari 13 RW dengan kisaran panjang 95 m, Lebar 1 m, dan tinggi 0,8 cm, menghabiskan biaya 15 juta rupiah, Kirmir Solokan 30 m dari dana desa tahap 1 dan tahap 2 “.

” Selanjutnya didalam program ketahanan pangan, kami gunakan untuk membangun penggilingan padi dengan menghabiskan biaya 111 juta rupiah “.

” Secara garis besar pemdes Padamukti senantiasa selalu bersinergi dengan berbagai pihak yang menjadi mitra kerja, di mulai dari BUMDES, BPD, dan tidak lupa peranan dari seluruh lapisan masyarakat kami “.

” Kedepannya kami selaku pemangku amanah dari masyarakat, akan selalu tetap menginformasikan setiap berbagai macam anggaran dan program pembangunan baik secara Musdes, Musrenbang, dan melalui papan informasi keterbukaan publik guna menghindari adanya penyelewengan yang akan merugikan negara “, pungkasnya. (Red)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…