BeritaInternasionalNewsTNI / POLRI

POLDA JABAR TANGANI KASUS – KASUS PERTANAHAN SECARA PROFESIONAL DAN PROPORSIONAL

170
×

POLDA JABAR TANGANI KASUS – KASUS PERTANAHAN SECARA PROFESIONAL DAN PROPORSIONAL

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com | Saat ini masih banyak permasalahan pertanahan terjadi di seluruh tanah air, berbagai permasalahan tersebut seringkali berujung pada terjadinya konflik baik vertikal maupun horizontal.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Ibrahim Tompo S.I.K., M.Si mengatakan bahwa dinamika Sitkamtibmas menjelang pelaksanaan Pemilu tahun 2024 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, berbagai potensi akan terjadi menjelang pelaksanaan pemilu, perlu segera dilakukan langkah- langkah untuk mengantisipasi agar situasi tetap aman dan kondusif.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, mengingat permasalahan pertahanan dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik terutama jelang pelaksanaan pemilu 2024, maka Polda Jabar melakukan inventarisir berbagai permasalahan pertanahan yang ada di wilayah, baik antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan maupun antar masyarakat.

Disamping itu Polda Jabar melakukan langkah-langkah nyata agar permasalahan pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi konflik.

“Selama penggelaran ops “mantap brata 2023- 2024” apabila ada permintaan pengamanan dalam rangka eksekusi terhadap kasus pertanahan/agraria, agar dilakukan penilaian dan analisa secara cermat sehingga tidak berujung sebagai pemicu terjadinya konflik yang dapat dipolitisisasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga justru kontraproduktif terhadap tugas Polri.” ujarnya.

“Optimalkan peran Bhabinkamtibmas untuk mereduksi berbagai potensi konflik di masyarakat sehingga pelaksanaan ops mantap brata yang akan di gelar oleh Polri berjalan aman, lancar sesuai rencana .” katanya.

Polda Jabar akan melaksanakan koordinasi terhadap tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda yang ada di wilayah untuk mendukung tugas-tugas Polri sehingga terciptanya sitamtibmas yang kondusif.

Terhadap penanganan kasus-kasus pertanahan, akan dilakukan secara profesional dan proporsional, tidak memihak yang dapat memicu terjadinya konflik dan menempatkan Polri sebagai pihak yang dipermasalahkan serta Polda Jabar selalu
berkoordinasi dan melibatkan pihak-pihak terkait dalam setiap penanganan permasalahan pertanahan terutama yang menurut penilaian berpotensi menimbulkan terjadinya konfik di masyarakat. (Zaenal)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…