BeritaLintas DaerahLintas ProvinsiNews

Ratusan Guru Honorer Lampung Utara Tuntut Pengangkatan PPPK Full Time

113
×

Ratusan Guru Honorer Lampung Utara Tuntut Pengangkatan PPPK Full Time

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Lampung Utara — Ratusan guru honorer di Kabupaten Lampung Utara menggelar aksi damai di Gedung DPRD, menyerukan tuntutan agar pemerintah segera mengangkat mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Full Time.

Dalam aksi yang berlangsung pada awal pekan ini, para guru menyuarakan harapan besar kepada pemerintah daerah untuk memperjuangkan nasib mereka. Tuntutan utama yang mereka bawa adalah desakan agar pemerintah pusat segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN, yang menjadi turunan dari Undang-Undang ASN terbaru.

Para guru yang tergabung dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) kategori R2 dan R3 meminta proses pengangkatan sebagai PPPK dipercepat. Mereka juga mendesak agar rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dihentikan sementara hingga seluruh tenaga honorer yang terdaftar diangkat sebagai PPPK. Selain itu, mereka berharap adanya Keputusan Presiden (Keppres) yang memberikan kepastian hukum atas pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK secara penuh.

Yeni, salah satu guru honorer yang ikut dalam aksi tersebut, mengungkapkan keluh kesahnya mengenai perjuangan mereka selama bertahun-tahun. “Kami sudah mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa, ada yang bahkan puluhan tahun. Namun, kami hanya menerima gaji sangat kecil, berkisar dua ratus hingga lima ratus ribu rupiah per bulan. Itu jauh dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkap Yeni dengan penuh haru.

Dia menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan untuk meminta lebih, melainkan hanya menuntut keadilan. “Kami berharap pemerintah pusat segera merespons. Kami hanya ingin pengabdian kami dihargai,” tambahnya.

Selain pengangkatan menjadi PPPK, para guru honorer juga mengusulkan agar pemerintah merevisi kebijakan pembatasan belanja pegawai di daerah, yang dianggap menjadi salah satu kendala utama dalam pengangkatan tenaga honorer. Mereka mendesak koordinasi lebih intensif antara Kementerian Keuangan, Kemenpan RB, DPR RI, dan BKN untuk mencari solusi konkret atas persoalan tersebut.

Aksi ini mendapat perhatian serius dari DPRD Lampung Utara. Perwakilan DPRD berjanji akan menyampaikan tuntutan para guru ke pemerintah pusat. Ketua DPRD setempat menyebut bahwa aspirasi ini penting untuk ditindaklanjuti demi menghormati pengabdian para tenaga pendidik yang selama ini menjadi tulang punggung pendidikan di daerah.

Para guru honorer berharap aksi ini menjadi momentum perubahan yang membawa kehidupan lebih baik, tidak hanya bagi mereka, tetapi juga untuk masa depan pendidikan di Lampung Utara.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…