BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Renie Rahayu Fauzi: Program Perempuan Kawal JKN Harus Ditingkatkan, Berdayakan Fatayat NU!

88
×

Renie Rahayu Fauzi: Program Perempuan Kawal JKN Harus Ditingkatkan, Berdayakan Fatayat NU!

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Ketua DPRD Kabupaten Bandung Renie Rahayu Fauzi mendukung dan mengapresiasi Program Perempuan Kawal JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang berperan sangat penting dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan, khususnya bagi warga miskin.

Untuk itu Renie mendukung adanya penambahan kader JKN ini yang semula hanya 7 orang untuk menangani warga miskin se-Kabupaten Bandung menjadi 31 kader. Ketujuh orang kader yang ada itu pun, kata Renie, atas hasil kolaborasi AKATIGA Pusat Analisis Sosial dan Fatayat Nahdatul Ulama, didukung oleh Program The Global Partnership for Social Accountability (GPSA) dari Bank Dunia.

“Kami sangat berharap para kader JKN ini ada di tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Artinya, ada 31 kader untuk 31 kecamatan, dengan memberdayakan kader Fatayat NU Kabupaten Bandung, karena dari pusatnya pun demikian,” ungkap Renie saat monitoring Program Perempuan Kawal JKN, di Gedung SLRT Soreang, Kamis (23/1/2025).

Dengan demikian, imbuh Renie, permasalahan terkait dengan kesehatan yang ada di Kabupaten Bandung khususnya masyarakat miskin, bisa benar-benar tertangani dengan baik, seperti urusan pendataan masyarakat miskin maupun pelayanan kesehatannya.

“Kami juga akan terus mengupayakan supaya para kader JKN ini mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Bandung, mengingat peranannya yang sangat strategis dalam membantu pemerintah di bidang pelayanan kesehatan. Selama ini kan hanya di-support oleh Program GPSA dari Bank Dunia.,” ucap pimpinan DPRD Fraksi PKB ini.

Program Perempuan Kawal JKN merupakan program kolaborasi multipihak yang menjalankan pendampingan kepada masyarakat miskin, agar bisa mendapatkan layanan kesehatan sesuai yang dijanjikan oleh JKN.

Program Perempuan Kawal JKN ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program dilaksanakan atas kolaborasi AKATIGA Pusat Analisis Sosial dan Fatayat NU, didukung oleh Program The Global Partnership for Social Accountability (GPSA) dari Bank Dunia.

Pembelajaran dari proses pendampingan rutin didiskusikan dengan stakeholder terkait di pusat dan daerah, yaitu pelaksana JKN, penyedia layanan kesehatan, dan pemerintah, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan baik di tingkat tapak maupun di ranah kebijakan.

BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menyambut baik kegiatan ini, begitu juga dengan mayoritas stakeholder di daerah karena bisa meningkatkan pelayanan fasilitas kesehatan, membantu daerah mencapai UHC (Universal Health Coverage), dan membantu masyarakat miskin mendapat layanan kesehatan.

Sumber : Liputan DPRD Kab. Bandung/FNC
Editor : sri

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…