BeritaNewsTNI / POLRI

LSM GEMPUR : Polsek Ciputat Timur Diduga Ada Permainan Dengan Pengedar Obat Keras Daftar G

173
×

LSM GEMPUR : Polsek Ciputat Timur Diduga Ada Permainan Dengan Pengedar Obat Keras Daftar G

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang Selatan,  – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LSM Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara  (GEMPUR) Provinsi Banten, Ilham Saputra., C.BLS mengkritik Polsek Ciputat Timur yang dinilai lamban dalam menindaklanjuti laporan dugaan peredaran obat keras daftar G di wilayahnya.

Putra mengungkapkan, bahwa dirinya telah melaporkan adanya dugaan peredaran obat keras daftar G di Jalan Kihajar Dewantara, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Namun, hingga saat ini, laporan tersebut belum mendapat respons yang jelas dari pihak kepolisian.

“Kami sudah melaporkan dugaan peredaran obat keras daftar G, tetapi Polsek Ciputat Timur terkesan lamban dalam menindaklanjuti. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada permainan antara aparat dengan para pengedar,” ujar Ilham Saputra.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa peredaran obat keras tanpa izin sangat berbahaya bagi masyarakat, terutama generasi muda. Oleh karena itu, ia mendesak aparat kepolisian untuk segera mengambil tindakan tegas agar masalah ini tidak semakin meluas.

“Kami meminta Kapolres Tangerang Selatan untuk segera turun tangan dan memastikan tidak ada pembiaran atau dugaan permainan dalam kasus ini,” tambahnya.

Putra juga menyoroti sikap Kepala Unit Reskrim Polsek Ciputat Timur, Iptu Edi Purwanto yang dinilai tidak responsif terhadap laporan yang ia sampaikan. Bahkan, Kanit Reskrim Polsek Ciputat disebut belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut.

“Saat kami laporkan dugaan ini, tidak ada tindakan yang jelas dari Unit Reskrim. Ini tentu mencederai institusi Polri yang seharusnya bertindak cepat dalam menanggapi laporan masyarakat,” tegas Ilham.

Selain itu, anggota Reskrim Polsek Ciputat, Aiptu Iwan Sentosa, yang diarahkan menuju lokasi dugaan peredaran obat keras daftar G, juga tidak memberikan respons saat dihubungi melalui telepon.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Polsek Ciputat terkait laporan ini. LSM GEMPUR pun berharap agar pihak kepolisian segera mengambil langkah konkret untuk memberantas peredaran obat keras ilegal di wilayah Ciputat demi menjaga ketertiban dan keamanan.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…