BeritaNewsTNI / POLRI

LSM GEMPUR Resmi Laporkan Oknum Polsek Ciputat Timur ke Kasi Propam Polres Tangerang Selatan

165
×

LSM GEMPUR Resmi Laporkan Oknum Polsek Ciputat Timur ke Kasi Propam Polres Tangerang Selatan

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (DPD LSM GEMPUR) Provinsi Banten, Ilham Saputra, C.BLS, secara resmi melaporkan Oknum Unit Reskrim Polsek Ciputat Timur kepada Kasi Propam Polres Tangerang Selatan.

Laporan ini didasari atas dugaan pembiaran terhadap maraknya peredaran obat keras daftar G di wilayah hukum Polsek Ciputat Timur.

Putra mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan laporan temuan terkait peredaran obat keras daftar G jenis Eximer dan Tramadol, dijalan Kihajar Dewantara Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan, namun, baik anggota Reskrim Aiptu Iwan Sentosa maupun Kanit Reskrim Iptu Edi Purwanto tidak memberikan tanggapan terkait laporan tersebut.

“Atas dasar itu, kami melaporkan Unit Reskrim Polsek Ciputat Timur ke Kasi Propam Polres Tangerang Selatan melalui surat bernomor 0234/PENGADUAN/DPD/LSM-GEMPUR/III/2025. Kami menduga ada unsur pembiaran dalam kasus ini, karena meskipun telah kami laporkan namun pihak Unit Reskrim Polsek Ciputat Timur tidak menanggapi laporan yang kami sampaikan,” tegas Ilham Saputra.

Selain itu, LSM GEMPUR juga melayangkan surat kepada Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Daniel Henry Inkiriwang, S.H., S.I.K., M.Si. melalui surat bernomor 0233/PENGADUAN/DPD/LSM-GEMPUR/III/2025. Dalam surat tersebut, LSM GEMPUR mendesak Kapolres untuk segera turun tangan dan mengambil langkah konkret guna menindak tegas peredaran obat keras daftar G di wilayah Tangerang Selatan.

Putra menegaskan bahwa jika pihak kepolisian tidak segera bertindak, maka berbagai spekulasi liar akan bermunculan di masyarakat.

“Jangan sampai ada dugaan permainan antara aparat dengan para pengedar, atau bahkan lebih buruk lagi, ada oknum polisi yang membekingi bisnis haram ini. Jika kepolisian tidak segera mengambil tindakan, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian bisa tergerus,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa LSM GEMPUR akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Jika tidak ada langkah konkret dari Polres Tangerang Selatan, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk membawa kasus ini ke Polda Metro Jaya atau bahkan ke Mabes Polri guna meminta atensi lebih lanjut.

“Jangan sampai ada kesan bahwa aparat penegak hukum justru melindungi para pelaku kejahatan. Kami akan terus mengawasi dan memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan,” tambahnya.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Tangerang Selatan maupun Polsek Ciputat Timur belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang disampaikan oleh LSM GEMPUR.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…