BeritaBudayaLintas DaerahNewsOlahragaSosial

Garut Darurat Obat Keras Daftar G, Diduga Libatkan Oknum dari Institusi Penegak Hukum

148
×

Garut Darurat Obat Keras Daftar G, Diduga Libatkan Oknum dari Institusi Penegak Hukum

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – GARUT – Bukannya bebas dari peredaran obat keras, Kabupaten Garut justru diduga menjadi salah satu sarang penjualan ilegal obat daftar G. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya, sedikitnya ada puluhan toko dan warung yang diduga secara terang-terangan mengedarkan obat keras tanpa izin edar yang sah.

Tim investigasi media berhasil menelusuri dan mewawancarai penjual di tiga titik lokasi yang teridentifikasi aktif menjual obat keras di wilayah Garut. Lokasi-lokasi tersebut berada di:
1. Jalan Raya Leles KM 13 Haruman, Kecamatan Leles.
2. Jalan Raya Leles No. 89 Haruman, Kecamatan Leles.
3. Jalan Raya Pasar Baru Kadongora Telagasari, Kecamatan Kadongora.

Jenis obat keras yang beredar di lokasi tersebut di antaranya Tramadol yang dijual seharga Rp6.000 per butir dan Eximer yang ditawarkan seharga Rp10.000 untuk 8 butir. Selain itu, ditemukan pula jenis obat-obatan lain yang termasuk kategori daftar G, yang seharusnya hanya bisa dibeli dengan resep dokter.

Yang mengkhawatirkan, penjualan ini berlangsung tanpa pengawasan ketat, bahkan diduga tidak memiliki izin edar dari BPOM. “Kami baru berjualan sekitar tujuh bulan,” ungkap seorang penjual bernama Enjang saat diwawancarai, Jum’at (25/7/25).

Lebih mencengangkan lagi, saat ditanya lebih jauh, Enjang menyebut nama Yana, yang diklaim sebagai pemilik toko dan disebut-sebut berasal dari lingkungan Provos Polda.

Jika benar dugaan ini, maka keterlibatan oknum dari institusi penegak hukum menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum di wilayah Jawa Barat, khususnya Polres Garut dan Polda Jabar, untuk segera mengambil langkah tegas.

“Ini darurat generasi. Penjualan obat keras tanpa izin harus dihentikan sebelum makin banyak korban,” ujar salah satu warga yang menolak disebutkan namanya.

Warga berharap aparat penegak hukum bertindak tanpa pandang bulu, meski ada dugaan keterlibatan oknum internal. Pemerintah daerah dan BPOM pun didesak turun tangan untuk melakukan razia menyeluruh di wilayah Garut.

(Tim liputan)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…