BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Pupuk Organik & Hayati: Jalan Cerdas Menuju Swasembada Pangan dan Indonesia Emas 2045

10
×

Pupuk Organik & Hayati: Jalan Cerdas Menuju Swasembada Pangan dan Indonesia Emas 2045

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Jawa Barat – Di tengah persiapan menyongsong Indonesia Emas 2045, kemandirian pangan menjadi pilar utama yang tak bisa diabaikan. Sektor pertanian, yang menyumbang 12-13% PDB dan menyerap sekitar 30% tenaga kerja, memegang peranan krusial. Namun, produktivitas yang stagnan, kerusakan lahan, serta ketergantungan pada pupuk kimia dan impor pangan menjadi tantangan serius.

Nandan Limakrisna, seorang pengamat pertanian, menekankan pentingnya revolusi pupuk dari kimia sintetik ke organik dan hayati. “Kebijakan pupuk bukan sekadar soal pertanian, melainkan strategi ekonomi nasional jangka panjang,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).

Tantangan Degradasi Lahan dan Ketergantungan Kimia

Selama empat dekade terakhir, subsidi pupuk kimia telah menyebabkan penurunan kualitas tanah, kerusakan mikroorganisme tanah, dan ketergantungan impor bahan baku pupuk. Studi FAO (2023) memperkirakan, tanpa perubahan kebijakan, degradasi tanah dapat menurunkan hasil panen hingga 30% dalam 15 tahun mendatang.

Solusi Strategis: Gerakan Nasional Pupuk Organik & Hayati (GNOH)

Pupuk organik dan hayati menawarkan solusi jangka panjang untuk memulihkan kesuburan tanah dan memperkuat kemandirian pangan. Pupuk organik (kompos, pupuk kandang, bio-slurry) dan pupuk hayati (mikroba pengikat nitrogen, pelarut fosfat, PGPR, dekomposer) memiliki manfaat ekonomi dan lingkungan yang signifikan:

1. Meningkatkan Produktivitas Berkelanjutan: Kombinasi pupuk hayati dan organik dapat meningkatkan produktivitas padi hingga 25% sambil mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50%.

2. Mengurangi Impor Pupuk: Produksi pupuk hayati dan organik dapat dilakukan oleh koperasi, BUMDes, dan UMKM, menghemat triliunan rupiah subsidi pupuk kimia.

3. Mendorong Ekonomi Sirkular Desa: Limbah pertanian dan peternakan diolah menjadi pupuk bernilai ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru.

4. Menurunkan Emisi: Penggunaan pupuk hayati menurunkan emisi gas rumah kaca dan memperbaiki struktur tanah.

Pilar Kebijakan GNOH

Untuk mewujudkan GNOH, diperlukan lima pilar kebijakan strategis:

1. Alih Subsidi ke Kesehatan Tanah: Mengubah sebagian subsidi pupuk kimia menjadi subsidi berbasis rekomendasi uji tanah.

2. Industri Organik Lokal di Desa: Mendorong koperasi, BUMDes, dan UMKM menjadi produsen pupuk hayati dan organik bersertifikat.

3. Riset Terapan & Sertifikasi Cepat: Mempercepat riset strain mikroba lokal unggul dan standarisasi SNI pupuk hayati.

4. Integrasi dengan Lumbung Pangan & Food Estate: Setiap kawasan sentra pangan wajib memiliki unit produksi pupuk organik-hayati lokal.

5. Skema Pembiayaan Hijau: Memanfaatkan green financing, CSR BUMN, dan dana desa untuk investasi mesin pengolahan limbah dan fermentasi mikroba.

Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

(Oleh: Nandan Limakrisna.,)

( Adji Saka )