BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Polres Kab. Pemalang Jangan Tingal Diam , Adanya Peredaran Obat Keras Jenis Tramadol, Exsimer di Wilayah Hukumnya

22
×

Polres Kab. Pemalang Jangan Tingal Diam , Adanya Peredaran Obat Keras Jenis Tramadol, Exsimer di Wilayah Hukumnya

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Kabupaten Pemalang –  Pemalang tempat strategis untuk para Bandar Obat Keras jenis Tramadol,  Exsimer  dll. Di jual bebas tanpa takut hukum dan Kepolisian,  apalagi di wilayah Hukum Polres Pemalang, seolah olah merek tutup mata dan telinga.

“Saat team investigasi atas laporan dari masyarakat dengan keresahannya banyaknya toko klontongan yang menjual obat obatan Keras tanpa resep secara bebas di jual kepada anak remaja , Anak Sekolah , Dewasa yang sudah ketergantungan terhadap obat obatan jenis Tramadol dan Exsimer, yang jadi khawatir saya sebagai orang tua was dan khawatir anaknya suka membeli dan mengkonsumsi obat keras tersebut,” ungkapnya.

Media menelusuri tempat yang ada di tiga titik ini : di wilayah selatan Kabupaten Pemalang

1. *Desa Karangmoncol, Kecamatan Randudongkal*

2. *Dusun Kalirambut, Desa Warungpring – berbatasan langsung dengan Jatinegara, Kabupaten Tegal*

3. *Wilayah Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang*

Dari hasil penelusuran di lapangan, peredaran obat ini diduga dikendalikan oleh seorang pelaku berinisial ” A ” yang disebut-sebut berasal dari perantau Aceh  Pelaku menjalankan distribusi melalui jalur tidak resmi dan tidak memiliki izin edar sesuai ketentuan hukum.

Selain itu dampak dan Kekhawatiran orang tua dan masyarakat bahwa obat keras jenis Eximer dan Tramadol yang termasuk sebagai obat keras golongan G, yang semestinya hanya digunakan berdasarkan resep dokter, Malah ini di jual bebas oleh para penjual asal Aceh ini kepada warga masyarakat Kabupaten Pemalang, secara tidak langsung meracuni generasi penerus anak bangsa indonesia.

Peredaran bebas di lingkungan desa berpotensi memicu *kerusakan mental, ketergantungan, dan peningkatan kriminalitas*, khususnya di kalangan remaja.

Berdasarkan Landasan Hukum yang berlaku :

– *UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan*, Pasal 196 dan 197

– *UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika*, jika ada keterkaitan

– *Peraturan BPOM RI* terkait pengawasan distribusi obat keras

Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai hukuman pidana hingga 15 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.

Harapan Masyarakat dan

Warga serta tokoh masyarakat meminta pihak berwenang seperti *Polres Pemalang, BNN, dan BPOM* untuk segera turun tangan mengusut tuntas jaringan ini sebelum menyebabkan kerusakan lebih luas, dan jatuhnya korban regerasi bangsa.

( Adji Saka )

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…