BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Viral di Pemberitaan Oknum Wartawan di Aniaya, Kapolsek Tallo Angkat Bicara

204
×

Viral di Pemberitaan Oknum Wartawan di Aniaya, Kapolsek Tallo Angkat Bicara

Sebarkan artikel ini

 

Eksposelensa.com , MAKASSAR – Terkait beredarnya berita yang menyeret nama baik institusi Polri yang bertugas di Polsek Tallo Polrestabes Makassar diduga dua Oknum penyidik melakukan pemukulan terhadap oknum wartawan di ruangannya, Makassar Rabu (31/1/2024) sekira Pukul 16:30 Wita.

Hal itu tidak di benarkan oleh Kapolsek Tallo Kompol Ismail, S.E., bahwa penyidiknya melakukan pemukulan terhadap oknum wartawan.

Kapolsek Tallo Kompol Ismail, S.E. mengatakan “Saat itu Bermula Penyidik ingin memediasi kedua belah pihak untuk membicarakan permasalahan secara kekeluargaan yang sudah sepakat berdamai dengan ketentuan terlapor memindahkan kontainer jualannya yang berada tepat di samping Pelapor di ruangan Riksa antara An. Fitri Annur (Pelapor) dan Ali bersama Ifa (Terlapor) terkait perkara tindak Pidana Pengeroyokan berdasarkan LP/ B / 08 / 2024 / SPKT / POLSEK TALLO / POLRESTABES MKSR / POLDA SUL-SEL, tgl 13 Januari 2024″Tutur Kapolsek.

Dan pada saat itu juga penyidik mempertemukan kedua belah pihak yang sudah sepakat untuk berdamai, tiba-tiba datang seorang laki-laki mengaku bernama YS masuk kedalam ruangan penyidik dan mengaku sebagai pendamping pelapor (Fitri Anur) dan langsung berbicara kepada terlapor meminta uang Rp. 1,5 Juta Rupiah agar korban mencabut laporannya”Tambahnya.

Penyidik Tallo Brigpol Munardi pun menegur YS “Anda siapa tiba tiba datang langsung memperkeruh keadaan dengan meminta uang, sementara korban dari awal tidak pernah membahas bahkan meminta uang kepada terlapor, sembari berkata “Mana surat kuasa ta’ ada”? Tanya Penyidik.

kemudian YS menjawab “Tidak ada surat kuasa, Saya pendamping korban sekaligus teman kuliah”Jawab YS.

Karena YS tidak dapat menunjukkan Surat Kuasanya sebagai Pendamping, YS pun di suruh keluar oleh penyidik agar tidak menggangu suasana Mediasi, “Keluar ki dari ruangan karena disini tidak membahas uang, kenapa memperkeruh suasana, Ini ruangan penyidik bukan ruangan Publik harus meminta ijin dulu untuk mengambil Video dan dokumentasi”Tegas Penyidik.

YS Oknum Wartawan YS tidak terimah di suruh keluar oleh Penyidik, Dia pun mengatakan kepada Penyidik “Itu hak saya sebagai media”Tutur YS.

Bripka Dedi Irfanto langsung menarik tangan YS untuk keluar ruangan sehingga kacamata milik YS yang tergantung di kerah bajunya terjatuh di kursi.

Dan pada saat Bripka Dedi Irfanto menarik tangan YS untuk keluar ruangan, YS mencakar tangan kanan Bripka Dedi Irfanto, dan menarik tangannya keluar dari ruangan penyidik, saat keluar dari ruangan penyidik, jam tangan YSF terjatuh sendiri dilantai lalu mengancam akan melaporkan peristiwa tersebut “Saya akan laporkan ke Propam”Kata YS.

YS pun kembali menjawab “Tidak ada surat kuasa, saya hanya menemani Fitri korban pelapor, karena dia teman kuliahku”Jawab YSF

Oknum Wartawan berdiri lalu ingin mengambil gambar dan Penyidik pun berdiri dan mengatakan “Kenapa ambil gambar, ini ruangan penyidik, di sini bukan tempat umum, kalau mau mengambil gambar minta Izin dulu”,Ujar Penyidik.

Selanjutnya Penyidik lalu menyuruh keluar Oknum Wartawan tersebut “Keluarki dari ruanganku”Tegas Penyidik

YS tetap saja tidak mau keluar dan bertahan di ruangan penyidik, akhirnya Penyidik langsung memegang tangan kanan lalu menyuruh keluar, karena memberontak, akhirnya Fitri (pelapor) teman Oknum Wartawan tersebut pun disuruh keluar dari ruangan penyidik.

Akhirnya Fitri (Pelapor) Keluar dan oknum Wartawan pun ikut keluar, setelah di luar ruangan, YS sembari berkata kepada penyidik “Saya akan lapor di Propam”Ucap YS.

Saat Awak media wawancari Fitri Annur (Pelapor) dan Ali (Terlapor) “Iye Pak kita tidak membahasa uang, kita membahas perihal kasus antara saya dan Fitri, Oknum Wartawan YS tiba – tiba mengatakan kepada saya kalau mau damai bayar Rp. 1,5 Juta, jadi sy bilang “Saya tidak ada uang sebanyak itu, saya hanya ada Rp. 300 Ribu untuk biaya Visum, korban pun setuju”Tutur Ali.

Karena tidak terimah atas kejadian yang di rasakan terimah oleh Oknim Wartawan dengan kejadian tersebut, Oknum Wartawan melaporkan kejadian ini ke Propam.

(Red) 

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…