News

Aktivis Soroti Gudang Thrifting di Rumah Mewah di Kota Sukabumi

98
×

Aktivis Soroti Gudang Thrifting di Rumah Mewah di Kota Sukabumi

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Sukabumi — Sebuah rumah mewah di Jalan Selabintana, Desa Warnasari, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga kuat dijadikan gudang penyimpanan pakaian bekas.

Temuan ini kembali memantik sorotan tajam terhadap praktik peredaran pakaian bekas atau thrifting, yang belakangan ramai diperbincangkan seiring dengan isu impor ilegal dan dampaknya terhadap pelaku UMKM lokal.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 telah melarang impor pakaian bekas sebagai bentuk perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri.

Namun, dugaan praktik terselubung seperti yang terjadi di Sukabumi menandakan bahwa celah masih terus dimanfaatkan.

Ketika dikonfirmasi, seorang wanita yang mengaku sebagai karyawan di lokasi tersebut mencoba meredam isu dengan menyebut barang yang mereka jual tidak dari impor.

“Untuk barangnya kita enggak impor, tapi langsung beli di Gedebage sama di pasar Cimol Ciwangi. Jadi, enggak ada bedanya sama di pasar Cimol Pelita,” ujarnya, Kamis (7/8/25).

Pernyataan tersebut justru memunculkan pertanyaan lebih lanjut. Aktivis Jawa Barat, Rohendi, menilai pernyataan itu tidak serta merta membebaskan pihak terkait dari dugaan pelanggaran.

Ia menegaskan bahwa praktik pembelian dari pasar lokal tidak bisa dijadikan tameng apabila sumber awal barang tetap berasal dari impor ilegal.

“Pernyataan bahwa barang dibeli dari pasar lokal seperti Gedebage atau Cimol justru mengindikasikan bahwa jaringan distribusi pakaian bekas impor sudah masuk hingga ke pusat-pusat perdagangan. Artinya, sistem ini sudah mapan dan berpotensi dikendalikan oleh jaringan ilegal yang sulit dilacak,” kata Rohendi.

Ia juga menyoroti penggunaan rumah mewah sebagai lokasi penyimpanan sebagai bentuk upaya menyamarkan kegiatan ilegal.

“Ini modus baru. Bukan di gudang sempit atau pasar, tapi di rumah mewah. Ada pola yang sedang disembunyikan. Aparat harus bertindak cepat dan menyeluruh, jangan hanya menyasar pengecer, tapi usut sampai ke akarnya,” tegasnya.

Praktik perdagangan pakaian bekas impor dinilai merusak ekosistem usaha lokal, khususnya sektor UMKM fashion yang berjuang dengan keterbatasan modal dan persaingan harga. Barang bekas impor yang dijual murah kerap mematikan pasar produk baru buatan dalam negeri.

” Kami berharap pihak kepolisian dan instansi terkait segera melakukan penyelidikan menyeluruh, demi menertibkan praktik yang berpotensi melanggar hukum dan merugikan pelaku usaha lokal, ” tutup Rohendi.