BeritaLintas DaerahLintas ProvinsiNewsTNI / POLRI

Asep NS Tantang Menteri Desa Yandri Susanto Jelaskan Pernyataan “Wartawan Bodrex” Didepan Insan Pers se-Indonesia

122
×

Asep NS Tantang Menteri Desa Yandri Susanto Jelaskan Pernyataan “Wartawan Bodrex” Didepan Insan Pers se-Indonesia

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Kab. Semarang Jawa Tengah Senin 03 Februari 2025 – Pernyataan kontroversial Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto yang menyebut wartawan sebagai “wartawan bodrex” dan mendesak penangkapan LSM, menuai kecaman. Asep NS, Pimpinan Redaksi Media Online Penajournalis.com dan Sekretaris Umum Organisasi Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), menantang Yandri Susanto untuk menjelaskan maksud pernyataannya tersebut.

Pernyataan Mendes PDTT tersebut disampaikan saat acara yang juga dihadiri Jenderal Fadil Imran. Yandri Susanto menyatakan bahwa LSM dan “wartawan bodrex” merupakan pihak yang paling banyak mengganggu kepala desa. Pernyataan ini dianggap menghina profesi jurnalis dan mengabaikan peran penting LSM dalam kontrol sosial.

Asep NS menegaskan bahwa wartawan dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, wartawan dapat meminta keterangan, wawancara, dan meminta penjelasan kepada semua pihak. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan informasi sebelum berita disajikan kepada publik. Lebih lanjut, Asep NS juga menekankan bahwa perusahaan media, baik online maupun cetak, terdaftar di Kemenkumham dan banyak yang telah menjalin kemitraan dengan Kominfo serta berbagai instansi dan institusi TNI-POLRI.

“Apakah dengan menyebut ‘wartawan bodrex’, Pak Menteri sedang mencari panggung untuk iklan obat sakit kepala?” tanya Asep NS retoris, mengingat kontroversi serupa pernah terjadi dengan Bupati Bogor Ade Yasin 2021 Silam.

Ia juga mempertanyakan bagaimana publik dapat menerima informasi akurat dan berimbang tanpa peran wartawan, mengingat pentingnya peran jurnalis dalam penyebaran informasi di Indonesia dan dunia.

Asep NS juga menyoroti pernyataan Mendes PDTT terkait LSM. Ia mempertanyakan apakah Menteri Desa mengabaikan peran LSM dalam kontrol sosial dan kewenangannya sesuai aturan perundang-undangan. LSM yang terdaftar di Kesbangpol, baik tingkat provinsi maupun pusat, memiliki peran penting dalam mengawasi penggunaan dana desa.

“Bukankah dana desa berasal dari pajak rakyat? Wartawan berhak menginformasikan kepada publik bagaimana dana tersebut digunakan,” tegas Asep NS. Ia menambahkan bahwa pernyataan Yandri Susanto menimbulkan dugaan adanya upaya untuk menghalangi pengawasan terhadap potensi penyelewengan dana desa.

Asep NS secara terbuka menantang Yandri Susanto untuk menjelaskan secara terang benderang arti dari pernyataan “wartawan bodrex” di depan publik, disaksikan oleh para wartawan senior dan petinggi insan pers yang telah berkontribusi besar bagi NKRI. Pernyataan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan memperbaiki citra Kementerian Desa.

#No Viral No Justice

#Save Wartawan Indonesia

#LSM se-Indonesia

Team/Red (Penajournalis)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor: sri

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…