BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

BBM Subsidi Bocor di SPBU, Aliansi Desak BPH Migas Bertindak

178
×

BBM Subsidi Bocor di SPBU, Aliansi Desak BPH Migas Bertindak

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tasikmalaya – Sebuah SPBU Gentong bernomor 34.461.16 yang terletak di Jalan Raya Gentong,Kecamatan Kadipaten,Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan tajam setelah ditemukan melayani penjualan BBM bersubsidi menggunakan jerigen dalam jumlah besar.

Temuan ini didapat oleh awak media yang melintas di lokasi dan melihat langsung aktivitas mencurigakan tersebut.

Saat dikonfirmasi, pihak SPBU melalui Iksan selaku admin menyatakan bahwa larangan pembelian BBM subsidi menggunakan jerigen sudah diberlakukan sejak lama. Ia menegaskan bahwa jika ada praktik seperti itu, maka terjadi tanpa sepengetahuan pihak manajemen.

“Kami sudah lama melarang pembelian menggunakan jerigen. Kalau pun terjadi, itu dilakukan di luar kendali dan sepengetahuan kami,” ujar Iksan saat dikonfirmasi,Kamis, (24/4/25).

Namun, pernyataan tersebut mendapat respons keras dari Lembaga Aliansi Indonesia. Asep Rohendi, perwakilan lembaga tersebut, menyatakan keraguan besar terhadap klaim SPBU.

“Tidak mungkin praktik pembelian dalam jerigen dengan kapasitas besar bisa berjalan lama tanpa sepengetahuan pihak SPBU. Banyak sumber menyebut ini sudah berlangsung cukup lama dan dalam jumlah besar,” tegas Asep Rohendi.

Menurutnya, aktivitas ilegal semacam itu tidak mungkin bisa berjalan lancar tanpa keterlibatan atau setidaknya pembiaran oleh pihak pengelola SPBU.

Asep menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat akan melayangkan surat resmi kepada BPH Migas dan instansi terkait lainnya, guna mendesak dilakukan penyelidikan dan penindakan terhadap dugaan pelanggaran tersebut.

“Kami akan bersurat ke BPH Migas dan pihak-pihak berwenang. Ini menyangkut keadilan distribusi BBM untuk rakyat kecil,” tandasnya.

Praktik pelangsiran BBM bersubsidi menggunakan jerigen jelas melanggar ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Yang terjadi di SPBU tersebut mencerminkan bocornya sistem pengawasan dan lemahnya kontrol dari pengelola maupun aparat pengawas di lapangan.

Masyarakat kini menanti langkah tegas dari BPH Migas, Pertamina, serta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan memberikan sanksi jika terbukti ada keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya menjaga integritas distribusi subsidi negara.

( Tim Liputan )

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…