Eksposelensa.com, Jakarta, – Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera memperluas penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan dalam kerja sama pemanfaatan aset negara antara PT KAI Logistik dan PT Sentosa Laju Sejahtera (SLS). Fokus perhatian tidak hanya tertuju pada proses internal BUMN tersebut, tetapi juga kepada rekam jejak dan latar belakang mitra usahanya, yakni SLS dan pendirinya, Tan Paulin.
1. PT Sentosa Laju Sejahtera: Jejak Besar di Balik Tirai Gelap?
PT SLS merupakan anak usaha dari PT Sentosa Laju Energy yang berdiri sejak 2015. Berkantor pusat di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dan juga Sidoarjo, Jawa Timur, perusahaan ini mengelola beragam lini bisnis mulai dari pertambangan batu bara, mineral, persewaan alat berat, pelabuhan, hingga konstruksi infrastruktur (medianasionalpotret.com, layanan.pintarnya.com). Salah satu proyek strategisnya adalah kerja sama operasi pertambangan nikel senilai USD 200 juta di Konawe Utara bersama Bosowa Group (slsgroup.id).
SLS melalui anak perusahaannya mengusung inisiatif “green mining” dengan adopsi kendaraan listrik dan teknologi V2G (antaranews.com). Namun, transformasi ini dikhawatirkan sekadar menjadi tameng pencitraan dalam konteks dugaan penyimpangan kerja sama proyek Terminal Batu Bara Kramasan.
2. Tan Paulin: “Ratu Batu Bara” dalam Sorotan KPK
Tan Paulin, Direktur Utama PT SLS, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Agustus 2024 terkait kasus dugaan gratifikasi dari mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari (cnnindonesia.com). Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami dugaan adanya aliran dana sebesar USD 3,3 hingga 5 per metrik ton batu bara dari perusahaan milik Tan kepada Rita (detik.com).
Selain pemeriksaan, rumah pribadi dan kantor Tan sempat digeledah oleh KPK, yang kemudian menyita sejumlah dokumen transaksi serta kendaraan terkait kasus tersebut (kompas.com, metrotvnews.com).
Meski pihak Tan menyatakan tidak memiliki hubungan langsung dengan Rita, KPK terus menggali apakah aliran dana tersebut merupakan bentuk gratifikasi terselubung.
3. Potensi Konflik Kepentingan dan Risiko Tata Kelola
Kedekatan bisnis dan politik: Dalam kasus ini, terdapat dugaan kuat bahwa SLS memanfaatkan jejaring politik di daerah demi memuluskan akuisisi proyek dan aset negara. Aliran dana yang disinyalir terjadi memperkuat indikasi konflik kepentingan.
Kontrak kerja sama yang patut dipertanyakan: Kerja sama PT KAI Logistik dengan SLS disebut bermula dari nota kesepahaman atau term sheet pada Juli 2023, namun kontrak resmi baru ditandatangani pada Maret 2024. Rentang waktu ini perlu diaudit guna mengetahui apakah ada intervensi atau pengondisian pihak tertentu.
Kebutuhan langkah hukum konkret: Setelah sebelumnya menyatakan akan memanggil Direktur Utama PT KAI Logistik dan pejabat SLS, CBA kini mendorong agar Kejaksaan Agung turut memeriksa Tan Paulin dalam kapasitasnya sebagai penentu arah bisnis perusahaan.
4. Tuntutan CBA
Memanggil Tan Paulin secara resmi guna memberi keterangan terkait aliran dana gratifikasi dan struktur modalisasi proyek SLS.
Menggelar audit menyeluruh terhadap dokumen term sheet dan kontrak proyek Terminal Batu Bara Kramasan dari Juli 2023 hingga Maret 2024.
Meningkatkan koordinasi dengan KPK untuk membuka akses terhadap berkas-berkas pemeriksaan yang melibatkan Tan dan Rita Widyasari.
Mengkaji ulang klaim transformasi hijau oleh anak usaha SLS agar tidak menjadi bentuk greenwashing atas praktik bisnis yang merugikan negara.
“SLS bukan sekadar kontraktor tambang biasa. Ini entitas besar yang berpotensi mengeksploitasi aset negara melalui struktur bisnis yang gelap dan hubungan kekuasaan,” ujar Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif CBA.
CBA menegaskan bahwa seluruh bentuk kerja sama yang melibatkan aset milik negara harus tunduk pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan publik. Pemanggilan serta penyidikan menyeluruh terhadap Tan Paulin merupakan langkah mendesak agar praktik penyimpangan tidak terus berulang di sektor strategis.
Sumber berita pendukung: MetroTV, CNN Indonesia, Detikcom, Kompas, Antara.