Berita

CV Karya Syella Pratama Diduga Kerjakan Proyek Tak Sesuai RAB, Camat Legok Bungkam

162
×

CV Karya Syella Pratama Diduga Kerjakan Proyek Tak Sesuai RAB, Camat Legok Bungkam

Sebarkan artikel ini

Tangerang | Eksposelensa – Menindak lanjuti pemberitaan yang telah tayang dibeberapa media online mengenai pemeliharaan jalan lingkungan RW 06, Desa Caringin, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang.

Sebelumnya diketahui bahwa CV Karya Syella Pratama diduga telah mengerjakan proyek tersebut tak sesuai spesifikasi, standar dan kualitas. Minggu, 26/11/2023.

Kendati demikian, Soni Karsan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Camat Legok memilih enggan berkomentar dan terkesan acuh tak acuh terhadap wartawan.

Seharusnya seorang pejabat publik dapat menerima segala saran dan kritikan, serta melakukan transparansi seperti yang diamanahkan oleh undang-undang.

Sementara, Dasuki, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Kecamatan Legok mengatakan bahwa jika memang ada kesalahan dalam pengerjaan proyek tersebut, dirinya akan memperbaikinya tanpa adanya teguran kepada kontraktor.

“Bilamana memang ada kesalahan, mari kita perbaiki sama-sama,” singkat Dasuki melalui jejaring WathSapp.

Diduga Ada Oknum Aparatur Pemerintahan Kecamatan Legok yang terima aliran dana gratifikasi dari kontraktor, sehingga segala bentuk laporan tidak ditanggapi.

Diminta kepada Inspektorat Kabupaten Tangerang untuk mengaudit kinerja Aparatur Pemerintahan Kecamatan Legok.

 

 

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…