BeritaNewsTNI / POLRI

Diduga Disokong Oknum, Peredaran Obat Keras Daftar G Merajalela di Kalideres

85
×

Diduga Disokong Oknum, Peredaran Obat Keras Daftar G Merajalela di Kalideres

Sebarkan artikel ini
Oplus_16777216

Eksposelensa.com,Kalideres, — Peredaran obat keras daftar G di wilayah Kalideres, Jakarta Barat, kini kian merajalela. Aktivitas ilegal yang mengancam keselamatan generasi muda ini diduga tidak lepas dari adanya “setoran bulanan” kepada oknum aparat penegak hukum.

Informasi yang diterima dari sejumlah narasumber menyebutkan bahwa praktik lancarnya distribusi obat-obatan terlarang tersebut diduga karena adanya perlindungan dari oknum kepolisian.

Bahkan, diduga kuat, aliran dana tersebut dikoordinasi oleh seseorang berinisial JJ yang disebut sebagai pengatur setoran bulanan kepada oknum terkait.

Warga Kalideres geram dan mendesak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto serta Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi, S.Sos., S.I.K., M.H. untuk segera bertindak tegas dan membongkar praktik kotor yang merusak moral generasi muda.

Mereka menuntut pemberantasan tuntas, tanpa pandang bulu, baik terhadap pengedar maupun aparat yang diduga bermain di balik layar.

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, terungkap bahwa peredaran obat keras dilakukan secara terselubung melalui puluhan toko dan warung yang menyamar sebagai toko kelontong, toko kosmetik, hingga counter handphone.

“Ini bukan lagi rahasia umum. Banyak anak-anak muda yang terjerat, dan kami sebagai warga sudah sangat resah. Jika terus dibiarkan, Kalideres akan menjadi ladang kehancuran generasi,” ungkap salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya, Rabu (6/8/25).

Lebih mengkhawatirkan lagi, dugaan sementara menyebutkan bahwa bukan hanya puluhan, melainkan ratusan toko di wilayah Jakarta Barat yang menjual bebas obat keras daftar G, tanpa izin resmi.

Hingga saat ini, proses investigasi terhadap jaringan distribusi ini masih terus berlangsung. Namun warga berharap, aparat penegak hukum tidak hanya menarget pengedar kecil di lapangan, tetapi juga menyelidiki dugaan keterlibatan oknum dalam institusi kepolisian yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan narkoba dan obat terlarang.

“Kalau aparat ikut bermain, siapa lagi yang bisa kami harapkan?” ujar tokoh masyarakat setempat dengan nada kecewa.

“Kami minta Bapak Kapolda dan Kapolres jangan hanya diam. Ini waktunya turun tangan langsung. Jangan tunggu korban bertambah. Sudah terlalu banyak yang dirusak karena pembiaran ini,” tegasnya.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…