BeritaNews

Diduga Tutup Mata, Kanit Reskrim Polsek Ciputat Tolak Laporan Wartawan Soal Peredaran Obat Keras

120
×

Diduga Tutup Mata, Kanit Reskrim Polsek Ciputat Tolak Laporan Wartawan Soal Peredaran Obat Keras

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang Selatan — Penegakan hukum di wilayah Kota Tangerang Selatan kembali menjadi sorotan tajam. Kanit Reskrim Polsek Ciputat, Iptu Edi Purwanto, diduga menolak laporan sejumlah wartawan yang hendak menyerahkan seorang terduga pengedar obat keras daftar G berikut barang bukti ratusan butir pil yang diduga diedarkan tanpa izin resmi.

Upaya para awak media untuk membantu pihak Kepolisian dalam pemberantasan peredaran obat keras justru berujung pada kekecewaan. Bukannya disambut atau ditindaklanjuti, laporan tersebut malah terhenti di tangan Iptu Edi Purwanto,Minggu (11/5/25).

Penolakan itu bermula ketika beberapa wartawan menemukan sebuah warung yang diduga menjadi tempat peredaran obat keras di kawasan Jalan Ir. Juanda, Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan temuan di lapangan, aktivitas transaksi obat keras golongan G berlangsung terang-terangan, diduga melibatkan oknum yang telah lama beroperasi tanpa gangguan hukum.

Salah satu wartawan yang turut dalam penggerebekan menyatakan bahwa terduga pelaku sempat diamankan bersama barang bukti. Namun saat hendak menyerahkannya ke pihak kepolisian, laporan justru tidak diterima. “Kami datang bukan hanya bawa informasi, tapi juga pelaku dan barang buktinya. Tapi laporan kami ditolak tanpa alasan jelas,” ujarnya.

Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar soal komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran obat terlarang di wilayah Tangsel. Warga menilai lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama maraknya peredaran obat-obatan berbahaya di lingkungan mereka.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Polsek Ciputat maupun Polres Tangerang Selatan terkait dugaan penolakan tersebut. Sementara itu, masyarakat mendesak adanya evaluasi menyeluruh dan tindakan tegas terhadap aparat yang dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan profesional.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…