Eksposelensa.com – Cianjur, 20 Oktober 2025 — Kasus dugaan praktik mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di Kabupaten Cianjur semakin menimbulkan tanda tanya besar. Setelah laporan resmi diajukan oleh Tino Hamdani dari Aliansi Indonesia, kini mencuat dugaan keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam penanganan kasus tersebut.
Kejadian bermula pada Sabtu, 11 Oktober 2025, ketika Tino bersama sejumlah rekan media memergoki sebuah mobil L300 tengah mengisi Pertalite di SPBU Jalan Perintis Kemerdekaan, Cianjur. Dalam mobil itu ditemukan sekitar 40 jeriken, di mana 16 jeriken sudah terisi penuh — masing-masing berkapasitas 35 liter, dengan total pengisian mencapai sekitar Rp500 ribu.
Dua orang pelaku, Jajang dan Yudi Wahyudi, kedapatan sedang memindahkan BBM dari tangki kendaraan ke jeriken menggunakan mesin pompa. Kendaraan dan para pelaku sempat diamankan ke Polres Cianjur untuk mencegah tindakan premanisme.
Namun, keesokan harinya kedua pelaku justru dilepaskan tanpa penjelasan yang jelas, sementara kendaraan beserta sebagian barang bukti masih diamankan.
Menurut Tino, penyidik pertama yang menangani kasus ini adalah Briptu Ivan, namun beberapa hari kemudian kasus diambil alih oleh penyidik lain bernama Reza, yang sempat memanggil dirinya untuk pemeriksaan tambahan pada Kamis, 16 Oktober 2025.
“Sesampainya saya di Polres, ternyata tidak ada pemeriksaan tambahan. Bahkan para pelaku pun tidak terlihat. Tak lama kemudian, ada pihak pengurus pelaku yang mengajak mediasi di luar Polres,” ungkap Tino.
Dalam pertemuan tersebut, pengurus itu mengakui bahwa mobil yang diamankan memang milik seseorang bernama Deni, namun bahan bakar di dalamnya bukan milik Deni langsung. Kendaraan itu disebut dititipkan oleh “anggota” kepada seniornya untuk digunakan dalam pengumpulan BBM bersubsidi.
Lebih lanjut, Tino mengungkapkan bahwa penyidik Reza sempat melontarkan pernyataan yang menimbulkan dugaan kuat bahwa aparat sebenarnya mengetahui aktivitas ilegal tersebut.
“Mobil itu memang milik Deni, tapi barangnya bukan milik Deni. Masih rekan kami juga,” ujar Reza sebagaimana disampaikan Tino.
“Jangankan Anda, saya pun kalau melihat mobil itu di jalan pasti saya berhentiin,” lanjut Reza, seolah menunjukkan praktik itu sudah lama diketahui.
Beberapa hari setelahnya, tepat pada Senin, 20 Oktober 2025, Tino menerima pesan dan panggilan dari nomor penyidik Polres Cianjur. Penyidik menanyakan apakah ia mengutus seseorang bernama Adi alias Dito untuk datang ke kantor polisi. Namun, Tino menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengutus siapa pun, apalagi untuk mencabut laporan.
“Saya menegaskan kepada penyidik bahwa saya, Tino Hamdani dari Aliansi Indonesia, tidak pernah mengutus siapa pun ke Polres Cianjur untuk kepentingan apa pun, terlebih untuk mencabut laporan,” tegasnya.
Menurut Tino, rangkaian kejanggalan ini menunjukkan adanya dugaan kuat intervensi atau hubungan khusus antara pelaku dan oknum aparat penegak hukum.
Pakar Hukum Pidana Dr. Bambang Setiawan, SH., MH. menilai bahwa dugaan keterlibatan aparat dalam kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi merupakan persoalan serius yang harus diusut secara transparan dan objektif.
“Jika benar ada indikasi keterlibatan oknum polisi dalam pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap pelaku, maka hal itu sudah masuk kategori obstruction of justice atau menghalangi proses penegakan hukum,” jelas Bambang.
Ia menegaskan, kasus semacam ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera ditangani oleh Propam Polri serta Polda Jawa Barat, untuk memastikan penyidikan berjalan profesional dan bebas dari konflik kepentingan.
“Masyarakat berhak mendapatkan kepastian hukum. Kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak bisa diselesaikan lewat mediasi karena termasuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar,” tegasnya.
Tino dan Aliansi Indonesia berkomitmen akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, serta meminta seluruh pihak termasuk aparat penegak hukum untuk menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan profesionalitas dalam penanganan perkara.
(Tim liputan)