BeritaNewsTNI / POLRI

Kabid Humas Polda Jabar : Polisi Gelar Rekonstruksi Pembunuhan Kakak Kandung oleh Saudara Sendiri di Tukdana, Indramayu

184
×

Kabid Humas Polda Jabar : Polisi Gelar Rekonstruksi Pembunuhan Kakak Kandung oleh Saudara Sendiri di Tukdana, Indramayu

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com | Polres Indramayu Polda Jabar, menggelar rekonstruksi pembunuhan yang dilakukan S (43)l terhadap Kakak kandung perempuannya sendiri yang berinisial N (44), di Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (7/11/2023).

Ditempat terpisah Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Ibrahim Tompo S.I.K., M.Si mengatakan bahwa rekonstruksi membantu proses penyidikan mengungkap tindak pidana yang terjadi.

“Rekonstruksi juga dapat digunakan untuk menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka.” kata Ibrahim Tompo.

Rekonstruksi ini melibatkan 41 adegan yang merinci kronologi peristiwa, dimulai dari pelaku berangkat dari rumah hingga saat penangkapannya oleh petugas kepolisian.

“Kita melaksanakan 41 reka adegan yang dilakukan oleh tersangka dan para saksi, mulai dari tersangka berangkat dari rumah adiknya hingga ditangkapnya tersangka,” ungkap Kapolres Indramayu Polda Jabar , AKBP M. Fahri Siregar.

Hasil otopsi menunjukkan adanya 16 luka pada tubuh korban, termasuk luka tusukan.

AKBP M. Fahri Siregar menjelaskan bahwa penyebab kematian korban adalah tusukan di dada yang merusak jantung dan paru-paru.

“Dari hasil otopsi, ada beberapa luka pada dada korban dan juga ada 16 luka, termasuk luka tusukan,” terangnya.

Motif pelaku adalah dendam pribadi, dimana pelaku merasa tersinggung karena korban sering menghina istri pelaku.

“Motif tetap sama, ada rasa kesal tersangka kepada korban karena korban sering menghina istri tersangka,” katanya.

AKBP M. Fahri Siregar menyatakan bahwa kasus ini adalah pembunuhan berencana yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.

“Ada unsur berencana, karena saat datang dari rumah adiknya sampai ke tempat kejadian perkara, tersangka mengatakan dengan bahasa lokal ‘mati sira’ (mati kamu) dan langsung mengambil golok,” ujar Kapolres.

Saat ini, pelaku dijerat dengan pasal 340 juncto Undang-undang KDRT pasal 44 ayat tiga, yang menghadirkan ancaman hukuman penjara selama 20 tahun, pidana seumur hidup, atau hukuman mati. Imbuh Kapolres. (Red)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…