BeritaLintas DaerahLintas ProvinsiNews

Kelangkaan LPG 3 Kg di Pasawahan, Warga Kesulitan Memasak

158
×

Kelangkaan LPG 3 Kg di Pasawahan, Warga Kesulitan Memasak

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Bandung, 1 Februari 2025 – Warga Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, mengalami kesulitan mendapatkan LPG 3 kg. Kelangkaan ini telah berlangsung beberapa hari terakhir, menyebabkan keresahan di kalangan warga.

Menurut Ibu Rina (42), warga setempat, ia sudah berkeliling ke beberapa pedagang langganannya, namun stok LPG 3 kg kosong. “Biasanya saya beli di warung dekat rumah, tapi sekarang sudah tidak ada. Saya sudah cari ke beberapa tempat lain, tetap kosong,” ujarnya dengan nada cemas.

Pedagang di wilayah tersebut pun mengaku tidak mendapat pasokan dari agen resmi. “Biasanya ada kiriman rutin, tapi sekarang sudah beberapa hari kosong. Kami juga tidak tahu kapan akan ada lagi,” kata seorang pemilik warung di daerah tersebut.

Kelangkaan ini membuat warga bingung harus menggunakan alternatif apa untuk memasak. Beberapa warga terpaksa beralih mengunakan kompor listrik, meskipun opsi tersebut tidak selalu praktis dan ekonomis.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai penyebab kelangkaan dan kapan pasokan akan kembali normal. Warga berharap pemerintah atau pemerintah setempat segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini agar kebutuhan dasar mereka tidak terganggu.

Penulis: (Redaksi)

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…