BeritaLintas DaerahNews

Kepala Dinas Pendidikan Kuningan Diduga Hedonis, Mobil Mewah Milik Anak Jadi Sorotan, Disinyalir Hindari LHKPN

15
×

Kepala Dinas Pendidikan Kuningan Diduga Hedonis, Mobil Mewah Milik Anak Jadi Sorotan, Disinyalir Hindari LHKPN

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Kuningan, Jawa Barat (GMOCT) 26 Juli 2025 – Gaya hidup seorang pejabat publik kembali menjadi sorotan. Kali ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan menjadi pusat perhatian karena diduga menunjukkan gaya hidup hedonis yang mencolok, bahkan melebihi kepala daerah. Informasi ini diperoleh Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) dari media online KabarSBI yang tergabung dalam GMOCT.

Secara struktural dan hierarki, jabatan Kepala Dinas berada di bawah Kepala Daerah. Berdasarkan data remunerasi ASN, seorang Kepala Dinas golongan IV C memiliki gaji pokok sekitar Rp 3.571.900 hingga Rp 5.866.400 (PP Nomor 15 Tahun 2019). Ditambah tunjangan kinerja (tukin) di lingkungan Pemprov Jawa Barat (Pergub Nomor 10 Tahun 2022), penghasilannya bisa mencapai Rp 23 juta hingga Rp 37 juta per bulan, tergantung kelas jabatan.

Namun, publik mempertanyakan kesesuaian penghasilan tersebut dengan kepemilikan mobil mewah keluaran terbaru yang harganya ditaksir mencapai Rp 1 miliar. Yang lebih menghebohkan, mobil tersebut terdaftar atas nama anak sang Kepala Dinas yang masih berstatus pelajar dan belum memiliki penghasilan tetap.

Kondisi ini dinilai tidak masuk akal. Meskipun gaji dan tukin tergolong tinggi, namun tetap tidak sebanding dengan gaya hidup mewah yang ditunjukkan. Pendaftaran mobil atas nama anak juga menimbulkan dugaan upaya menghindari pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Praktik seperti ini mengaburkan transparansi dan akuntabilitas harta kekayaan pejabat publik. Masyarakat pun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan melakukan klarifikasi dan pemeriksaan.

Fenomena gaya hidup mewah yang tidak sebanding dengan profil penghasilan ASN ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga berpotensi mengarah pada tindak pidana. KPK dan LHKPN diharapkan melakukan pemeriksaan mendalam, termasuk terhadap aset-aset atas nama keluarga.

Memang, menempatkan aset atas nama keluarga bukanlah pelanggaran jika harta tersebut benar-benar milik keluarga. Namun, jika harta tersebut merupakan hasil penghasilan pejabat yang kemudian ‘dialihkan’ untuk menghindari pelaporan LHKPN, hal itu dapat dikategorikan sebagai upaya menghindar dari transparansi publik dan berpotensi pidana.

Gaya hidup hedonis pejabat publik ini mencederai kepercayaan masyarakat, terutama di tengah kondisi pendidikan Kabupaten Kuningan yang masih menghadapi banyak tantangan, seperti infrastruktur rusak dan rendahnya kesejahteraan tenaga pendidikan honorer, ditambah lagi dengan kondisi keuangan daerah yang kurang baik.

Alih-alih menjadi panutan, pejabat yang berperilaku mewah justru menampilkan kontras antara moral pelayanan dan realitas kemewahan yang dimilikinya. Publik berharap KPK dan LHKPN menindaklanjuti kasus ini dan tidak lagi menoleransi gaya hidup pejabat yang tidak mencerminkan semangat “melayani, bukan dilayani”.

#noviralnojustice

#pendidikan

#disdikkuningan

Team/Red (Kabarsbi)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor: sri