BeritaLintas DaerahLintas ProvinsiNews

Kibarkan Bendera Merah Putih Lusuh dan Koyak, LSM GEMPUR Layangkan Surat Somasi ke DPMTSP Kabupaten Tangerang

252
×

Kibarkan Bendera Merah Putih Lusuh dan Koyak, LSM GEMPUR Layangkan Surat Somasi ke DPMTSP Kabupaten Tangerang

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com,Tangerang – Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kabupaten Tangerang. Diduga tak peduli terhadap lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal itu terlihat bendera merah putih yang lusuh dan koyak namun tetap terpasang dan berkibar di Depan kantor salah satu instansi Pemerintah Kabupaten Tangerang tersebut.

Terkait hal itu, Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (DPD LSM GEMPUR) Provinsi Banten, Ilham Saputra, C.BLS, sangat menyayangkan hal itu terjadi.

Menurutnya, pemasangan bendera merah putih disuatu instansi seharusnya lebih diperhatikan kondisinya karena di instansi pemerintah pengibaran bendera dilakukan setiap hari.

“Sangat disayangkan Pengibaran bendera merah putih di instansi pemerintah yang terkesan tidak menghargai lambang negara, bukankah pemasangan bendera merah putih di Instansi pemerintah wajib dipasang di pagi hari dan sore hari diturunkan ?, itu artinya seharusnya Kepala Dinas mengetahui kondisi dari bendera tersebut. ” Ucap Ilham Saputra sembari menunjukkan bendera yang berkibar di halaman DPMTSP yang sudah lusuh dan koyak. Jum’at (17/01/25).

Lanjut Ilham Saputra, berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, setiap warga Negara Indonesia wajib memasang bendera dalam kondisi baik, tidak lusuh, maupun robek dan luntur.

Ancaman pidananya itupun diatur dalam pasal 24 huruf c. yang berbunyi, mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam dengan ketentuan pidana pasal 67 huruf b.

Dimana dalam pasal tersebut, Apabila dengan sengaja mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 huruf c, maka dapat dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta. Terangnya.

Ilham Saputra menegaskan, dalam hal ini pihaknya sudah melayangkan surat somasi/ teguran ke DPMTSP Kabupaten Tangerang dengan nomor 0174/S.SOMASI/DPD LSM GEMPUR/I/2025 dalam surat Somasi tersebut Ilham Saputra meminta kepada DPMTSP Kabupaten Tangerang
Untuk segera mengganti, dan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia serta berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama.

“Diharapkan kepada petugas Kepolisian dan TNI dapat memberikan pembinaan hingga sanksi hukum, kepada siapapun yang mengibarkan bendera yang terkesan merendahkan agar kita selalu menghargai bendera merah putih sebagai lambang Negara Indonesia. ” Tandasnya.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan DPMTSP Kabupaten Tangerang belum terkonfirmasi.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…