BeritaNewsTNI / POLRI

LSBSN dan LSM GEMPUR Soroti Maraknya Peredaran Obat Keras Daftar G di Kota Tangerang Selatan

123
×

LSBSN dan LSM GEMPUR Soroti Maraknya Peredaran Obat Keras Daftar G di Kota Tangerang Selatan

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang Selatan – Lembaga Satu Bumi Satu Negeri (LSBSN) berkolaborasi dengan LSM Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (GEMPUR) dalam menyoroti maraknya peredaran obat keras daftar G di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan. Kedua lembaga ini mendesak aparat kepolisian untuk lebih serius dalam memberantas peredaran obat terlarang yang semakin meresahkan masyarakat, terutama di kalangan remaja.

Ketua LSBSN, Ahmad Fahrul Rozi, menyampaikan bahwa peredaran obat keras seperti Eximer dan Tramadol di Tangerang Selatan semakin tidak terkendali dan banyak disalahgunakan oleh anak muda.

“Kami melihat adanya peningkatan kasus peredaran obat keras daftar G yang dijual secara ilegal. Ini sangat berbahaya, terutama bagi generasi muda yang menjadi sasaran utama peredarannya. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua DPD LSM GEMPUR Provinsi Banten, Ilham Saputra, menambahkan bahwa lemahnya pengawasan dan penindakan membuat bisnis ilegal ini terus berkembang. Ia meminta pihak kepolisian untuk lebih proaktif dalam melakukan razia dan mengusut tuntas jaringan pengedarnya.

“Kami ingin kepolisian tidak hanya menangkap pengedar kecil, tetapi juga membongkar jaringan besar yang memasok obat-obatan ini. Jika dibiarkan, generasi muda kita akan semakin rusak,” kata Ilham Saputra.

Kedua lembaga ini berencana melakukan pengawasan independen dan akan terus berkoordinasi dengan aparat kepolisian guna memastikan peredaran obat keras daftar G dapat diberantas secara menyeluruh di wilayah Tangerang Selatan.

Ilham Saputra menghimbau kepada Masyarakat untuk lebih waspada dan melaporkan jika menemukan indikasi peredaran obat terlarang di sekitar lingkungan mereka.

Berdasarkan informasi dari beberapa narasumber, ada beberapa toko yang diduga mengedarkan obat keras daftar G
Tanpa izin, Obat keras tersebut diedarkan di wilayah Kota Tangerang Selatan dengan berbagai modus operandi, mulai berkedok warung sembako, Counter Handphone hingga toko kosmetik.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…