BeritaNews

LSM GEMPUR Soroti Transparansi Anggaran Pilkada di KPU Kabupaten Tangerang

99
×

LSM GEMPUR Soroti Transparansi Anggaran Pilkada di KPU Kabupaten Tangerang

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (LSM GEMPUR) Provinsi Banten, Ilham Saputra, menyoroti penggunaan anggaran Pilkada Kabupaten Tangerang yang dinilai tidak transparan.

LSM GEMPUR menilai bahwa pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang belum secara terbuka menjelaskan rincian penggunaan dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.

Menurut Ilham Saputra, transparansi dalam penggunaan anggaran Pilkada sangat penting untuk memastikan bahwa dana yang berasal dari APBD digunakan dengan baik dan tidak terjadi penyimpangan.

“Kami melihat ada indikasi ketidakterbukaan dari pihak KPU Kabupaten Tangerang dalam pengelolaan anggaran Pilkada. Seharusnya, publik bisa mengetahui dengan jelas bagaimana dana tersebut digunakan, termasuk rincian setiap pengeluaran,” ujar Ilham Saputra dalam keterangannya, Selasa (18/3/25).

Ilham Saputra menegaskan, bahwa Pilkada adalah agenda besar yang melibatkan dana miliaran rupiah, sehingga harus ada pengawasan ketat agar tidak terjadi pemborosan atau dugaan penyalahgunaan anggaran.

Pihaknya juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum untuk turut serta mengawasi dan mengaudit penggunaan anggaran Pilkada di Kabupaten Tangerang guna memastikan proses yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak KPU Kabupaten Tangerang belum memberikan tanggapan resmi terkait sorotan yang disampaikan oleh LSM GEMPUR. Masyarakat pun menanti kejelasan serta keterbukaan dari penyelenggara pemilu mengenai pengelolaan anggaran Pilkada tahun 2024.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…