BeritaLintas DaerahLintas ProvinsiNewsTNI / POLRI

Oknum Pengawas SPBU di Parigi, Pangandaran Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM Bersubsidi

99
×

Oknum Pengawas SPBU di Parigi, Pangandaran Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM Bersubsidi

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Pangandaran, Jawa Barat – Program Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang bertujuan untuk membantu masyarakat kurang mampu, justru diduga disalahgunakan oleh oknum di SPBU 3446306, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Modus yang digunakan adalah penjualan Pertalite dan Solar bersubsidi dalam jerigen besar, yang kemudian didistribusikan ke pengecer.

Informasi ini didapatkan oleh GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak) dari media online Aktivitasindonesia.com. Berdasarkan laporan investigasi gabungan dari Media Aktivis Indonesia.Com, Lembaga Aliansi Indonesia, Media Analisa Global TV, dan Palapa TV, SPBU tersebut diduga melakukan penjualan Pertalite dan Solar bersubsidi kepada tengkulak yang menggunakan jerigen berkapasitas 35 liter. Padahal, barcode yang digunakan seharusnya diperuntukkan bagi mesin rumput dengan kuota 15 liter pertalite.

Pengawas SPBU berinisial A, saat dikonfirmasi pada Kamis, 23 Januari 2025, berdalih bahwa penjualan BBM ke jerigen berdasarkan rekomendasi dari SKPD Pertanian. Ia juga mengklaim adanya kerjasama kontrak (MOU) dengan pihak Polres Pangandaran untuk penitipan 7 ton Pertalite per bulan dalam jerigen. Namun, ia membantah bertanggung jawab atas pendistribusian BBM tersebut ke pengecer.

Lembaga Pemantau Independen Tindak Pidana Korupsi, melalui Ketuanya Asep Zamzam, mengecam keras praktik ini. Ia menilai tindakan tersebut merugikan negara dan masyarakat, serta melanggar hukum. Asep Zamzam mendesak BPH Migas Pertamina untuk segera memblokir SPBU 3446306 dan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Ia juga berharap agar Kapolres Pangandaran lebih tegas dalam menindaklanjuti kasus ini dan tidak melindungi para mafia BBM ilegal.

Laporan ini telah disampaikan kepada pihak berwenang, termasuk Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Kadiv Propam Mabes Polri Abdul Karim, dan Ketua BPH Migas Pertamina Erika Retnowati, dengan harapan agar kasus ini segera diproses dan oknum yang terlibat diusut tuntas. Pihak-pihak terkait juga diminta untuk menindak tegas jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam melindungi praktik ilegal ini.

#No Viral No Justice

Team/Red (Media Aktivisindonesia)

GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor: sri

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…