BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Polsek Kasokandel Gencarkan Sapa Warga, Tegaskan Penolakan Premanisme di Masyarakat

23
×

Polsek Kasokandel Gencarkan Sapa Warga, Tegaskan Penolakan Premanisme di Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Majalengka, Dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah hukumnya, Polsek Kasokandel Polres Majalengka Polda Jabar terus meningkatkan kegiatan sambang dan sapa warga. Kali ini, kegiatan dilaksanakan di Desa Ranji Wetan, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, yang dipimpin oleh Aipda Rukman bersama Bripka Ebiet, Sabtu (1/11/2025).

Kegiatan sambang desa ini difokuskan pada pembinaan masyarakat agar menolak segala bentuk premanisme, khususnya yang berkedok organisasi masyarakat (ormas) yang dapat meresahkan warga.

Melalui kegiatan tatap muka langsung, petugas memberikan imbauan agar masyarakat berani menolak dan melaporkan segala aktivitas mencurigakan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Kapolres Majalengka AKBP Willy Andrian, S.H., S.I.K., M.H., mengapresiasi langkah preventif yang dilakukan jajaran Polsek Kasokandel. Ia menegaskan bahwa kehadiran Polri di tengah masyarakat merupakan bentuk nyata upaya menciptakan situasi kamtibmas yang aman dan kondusif.

“Pendekatan humanis melalui sapa warga menjadi cara efektif dalam menggali informasi, membangun kepercayaan, serta memperkuat sinergi antara polisi dan masyarakat,” ungkap Kapolres.

( Adji Saka )

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…