BeritaNews

Sikapi Jelang Pilkada Serentak 2024, Tokoh Ki Sunda Asju : Lumampah Tanpa Ngalengkah, Nyoara Tanpa Sora

39
×

Sikapi Jelang Pilkada Serentak 2024, Tokoh Ki Sunda Asju : Lumampah Tanpa Ngalengkah, Nyoara Tanpa Sora

Sebarkan artikel ini

Jargon “Lumampah Tanpa Ngalengkah, Nyoara Tanpa Sora” , adalah peribahasa Sunda yang kali ini, Asju suarakan via jumpa pers di rumah kediamannya di Jl. Raya Pangalengan, KM. 25 Desa Cipinang Kec. Cimaung Kab. Bandung, Senin pagi 22/7/2024.

Menurut pemaparan Asju diawal, bahwa salah satu falsafah Sunda tersebut, merupakan jargon hidupnya yang ia jalani, baik sebagai tokoh masyarakat atau pun saat tampil sebagai Kepala Desa Cipinang sekaligus Ketua Apdesi Cimaung.

“Bagaimana kita berpikir dan bertindak jauh kedepan, realisasikan cita hidup yang dituju, tanpa merusak tatanan yang prosesnya dilalui, artinya tanpa menyinggung dan melemahkan yang lainnya” ujar Asju keluarkan peristilahan bahasa.

“Bila pesan mendalam jargon ini mau dilakukan, sebagai contoh prakteknya disesuaikan hubungannya. Bagaimana menyikapi Pilkada serentak masyarakat tentukan pilihan Cabup/Cawabup di 27 November 2024 mendatang?” ungkap Asju bernada pertanyaan.

Selain itu, Asju berikan catatan amatannya pada kebiasaan masyarakat di desa-desa dan kampung di tahun-tahun politik yang sistem budaya menjadi fragmatis.

“Setiap dagangan politik, penyakit lupa, kata pepatah “Halodo sataun lantis ku hujan sapoe” (Kering 1 tahun basah oleh hujan satu hari)” Asju melanjutkan.

“Hal ini dilema akut yang harus difahami para calon, baik Calon Bupati atau Wakil Bupati maupun calon pemimpin kontestasi lainnya. Itu penyakit pragmatis masyarakat kita yang ada saat ini” terang Asju.

Masih menurut Asju, “Artinya. Apapun yang Calon Pemimpin dagangkan program sehebat apapun, atau pun Calon pemimpin incumbent/petahana yang nyalon lagi. Masyarakat pemilih akan lupa semua itu” ujarnya

“Penyakit lupa pada jasa keberhasilan program yang hampir 5 tahun, akan habis suaranya oleh segenggam pemberian material dari lawan politiknya kepada masyarakat di menit menit akhir” tandasnya.

Di akhir, Asju pun berikan contoh solusi cara bijak atasi penyakit pragmatis masyarakat ini melalui jargon “Melangkah tanpa langkah kaki, bersuara tanpa keluarkan suara”.

Dengan memahami penyakit masyarakat pada dukungan politik, dimana penyakit akut masyarakat yang pragmatis jadi budaya. Saran pendapat Asju disuarakannya.

“Maka, siapa pun yang pandai menyuarakan program kena di hati tanpa suara gembar gembor program, dan mampu memberi tanpa terlihat memberi, maka kemungkinan raih suara dukungan terbanyak jadi jaminan” tegas Asju.

“Saya bicara disini, erat kaitannya dengan pembuktian, dimana saya kala itu nyalon lagi jadi Kades Cipinang, saya praktekkan jargon tadi, dan saya pun menang terpilih lebih dari 50% suara kalahkan calon-calon lainnya. Alhamdulillah ada ijin dari Allah saya jadi Kades Cipinang dua periode hingga saat ini” pungkasnya.

Reporter : Tim Lipsus Forwaci
Editor : Sri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *