BeritaLintas DaerahNewsTNI / POLRI

Skandal Obat Terlarang di Kiaracondong Kota Bandung, Diduga Ada Kongkalikong Aparat*

168
×

Skandal Obat Terlarang di Kiaracondong Kota Bandung, Diduga Ada Kongkalikong Aparat*

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com – Bandung, 20 Mei 2025 – Peredaran obat keras daftar G jenis Tramadol dan Hexymer secara ilegal di kawasan Babakan Sari, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, kembali menjadi sorotan.

Masyarakat menuding praktik ini berlangsung secara sistematis dengan pola operasi yang mencurigakan, disertai dugaan keterlibatan oknum penegak hukum.

Hasil penelusuran di lapangan dan laporan dari warga mengungkap adanya warung-warung tertentu yang menjual obat keras tanpa resep dokter.

Warung ini tidak beroperasi terus-menerus, melainkan membuka dan menutup usahanya secara berkala. Pola ini memunculkan spekulasi bahwa para pelaku mendapat informasi internal tentang waktu-waktu aman untuk beroperasi.

“Ini sudah bukan sekadar pelanggaran hukum biasa. Ada semacam ritme yang seolah mereka tahu kapan harus diam, kapan bisa buka. Tidak mungkin tanpa ‘bantuan dalam’,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Dugaan makin menguat setelah sejumlah narasumber di lapangan menyebut adanya praktik “uang koordinasi” yang disetor secara rutin kepada pihak-pihak tertentu.

Dana ini diduga digunakan untuk membungkam operasi penertiban atau untuk meloloskan aktivitas ilegal tersebut dari pantauan hukum.

“Kalau aparat benar-benar bersih, tidak mungkin peredaran obat ini bisa bertahan sekian lama. Ada yang tutup mata, mungkin juga ada yang ikut bermain,” imbuhnya.

Gelombang protes dari warga Babakan Sari terus menguat. Mereka menuntut agar Kapolrestabes Bandung dan institusi terkait melakukan investigasi menyeluruh, termasuk menyisir kemungkinan adanya keterlibatan oknum aparat yang berperan sebagai pelindung praktik terlarang ini.

Selain mengancam hukum, peredaran Tramadol dan Hexymer tanpa kontrol medis berisiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda.

Obat-obatan ini dikenal memiliki efek psikotropika yang dapat merusak fungsi otak dan memicu ketergantungan.

“Jangan hanya menangkap penjual, tapi usut juga siapa yang membekingi,” tegas warga lainya dengan nada kesal.

Kini bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan menjawab tuntutan masyarakat dengan tindakan tegas dan transparan?

Ataukah kasus ini akan kembali tenggelam dalam permainan politik gelap dan kompromi di balik meja?

( Adji Saka )