BeritaNewsTNI / POLRI

Terkesan Kebal Hukum, Pengedar Obat Keras Daftar G Bebas Beraksi di Wilayah Hukum Polsek Serpong

147
×

Terkesan Kebal Hukum, Pengedar Obat Keras Daftar G Bebas Beraksi di Wilayah Hukum Polsek Serpong

Sebarkan artikel ini

Eksposelensa.com, Tangerang Selatan — Peredaran obat keras daftar G di wilayah hukum Polsek Serpong kian meresahkan. Warga Kelurahan Lengkong Gudang Timur Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan mengeluhkan maraknya peredaran obat-obatan terlarang yang diduga dilakukan secara terang-terangan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sebuah warung yang berkedok sebagai warung kelontong diduga kuat mengedarkan berbagai jenis obat keras daftar G, seperti Eximer, Tramadol, Alprazolam, Trihexyphenidyl (Threhex), hingga Riklona.

Menurut warga, pemilik warung tersebut dikenal dengan nama Rizal dan telah lama menjalankan aktivitas ilegal tersebut.Rabu,(9/4/25)

“Warung itu sudah lama beroperasi dan sering didatangi anak-anak muda. Kami khawatir karena mereka menjual obat keras yang seharusnya hanya bisa ditebus dengan resep dokter. Ini jelas sangat membahayakan generasi muda,” ujarnya.

Warga berharap aparat Kepolisian, khususnya Polsek Serpong, segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku. Kesan kebal hukum yang melekat pada pengedar membuat keresahan masyarakat semakin dalam.

Menanggapi informasi tersebut, Kanit Reskrim Polsek Serpong Polres Tangerang Selatan, Iptu Ibnu Kamil memberikan respons singkat. “Terima kasih informasinya, saya sudah diperintahkan untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, masyarakat masih menunggu langkah konkret dari pihak Kepolisian guna menindaklanjuti laporan yang dianggap sangat mengancam keselamatan generasi muda di wilayah tersebut.

“Perampokan Sumber Alam oleh Oknum Pejabat: Rakyat Terpuruk, Negara Diam” Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya alam kembali menyeruak di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di berbagai daerah, tambang ilegal, kebocoran hasil bumi, serta penguasaan lahan hutan oleh korporasi terus meningkat—dan di balik semuanya, bayangan oknum pejabat negara kerap terlihat. Investigasi sejumlah aktivis lingkungan dan jurnalis independen mengungkap pola sistematis: pemberian izin tambang yang penuh kejanggalan, proyek infrastruktur yang mengorbankan warga, serta kebijakan daerah yang disetir oleh kepentingan investor. Di balik meja rapat dan tanda tangan pejabat, miliaran rupiah kekayaan alam berpindah tangan—sementara rakyat di wilayah terdampak hanya mewarisi lumpur, polusi, dan kemiskinan. “Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Negara wajib mengelola bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pejabat atau korporasi rakus,” tegas [Nama Narasumber], aktivis lingkungan dari [Nama Lembaga]. Di Kalimantan, Papua, hingga Sulawesi, jejak perampasan sumber daya alam meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam. Warga kehilangan lahan, air bersih, serta akses terhadap hutan adat yang selama ratusan tahun menjadi sumber kehidupan. Ironisnya, sebagian proyek yang diklaim “pembangunan” justru melanggengkan penderitaan. Pengawasan lemah, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kedekatan antara pejabat dengan pemodal membuat praktik ini seolah mendapat restu. Di banyak kasus, aparat justru melindungi kepentingan perusahaan ketimbang rakyat. Laporan terbaru beberapa lembaga independen menunjukkan, nilai kerugian negara akibat kebocoran hasil sumber daya alam mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun yang lebih tragis, adalah kerugian sosial dan moral: hilangnya kepercayaan rakyat kepada negara yang seharusnya melindungi mereka. Rakyat menunggu langkah nyata: audit menyeluruh atas izin tambang, penuntasan kasus korupsi sumber daya alam, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Bila tidak, maka sejarah akan mencatat — bahwa negeri yang kaya ini dirampok dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
Berita

Sumedang, 3 – 2025 – Fenomena perampokan sumber daya…