Eksposelensa.com | Dikatakan luar biasa atau di luar kebiasaan mencakup akhirat lantaran kisahnya melintasi zaman. Diantaranya bahkan dijadikan teladan bagi penempuh jalan akhirat. Terpatri dalam kitab atau literatur yang identik dengan keotentikannya, para pemuda tersebut menjelma mutiara yang kilaunya menjadi penerang bagi penerus perjuangan kebenaran melawan kejahatan. Perjuangan kebaikan melawan kezaliman.
Tidak hanya sebatas wacana yang memperkaya khazanah sejarah, sepanjang peradaban manusia menjadi bukti peranan pemuda tidak bisa senantiasa dianggap biasa. Pengaruhnya bukan hanya pada gerak langkah pemuda di masa lalu, namun juga sebagai percontohan bagi seluruh generasi termasuk pemuda di masa depan.
Berdasar pada untaian kisah dalam al-Qur’an dan Hadits, penulis merangkum tiga kisah tentang peran besar pemuda, yaitu dalam tiga poin berikut:
Pertama, Ashabul Ukhdud atau Orang-orang Parit. Maksudnya adalah peristiwa penganiayaan terhadap Kaum Mukmin di suatu parit yang menjadi kisah monumental dan diabadikan dalam Qur’an Surat al-Buruuj.
Artikel ini tidak sedang berusaha menceritakan atau mengungkap kisah Ashabul Ukhdud, selain lantaran terlalu singkat ruang serta kelemahan penulis, penulis menyarankan pembaca untuk membaca langsung kisah lengkapnya tersebut sebab berkaitan dengan Sebab Turunnya (“Asbabun-Nuzuul”) Satu Surat penuh dalam al-Qur’an yaitu al-Buruuj.
Dikisahkan, seorang pemuda yang disebut Ghulaam, adalah pemuda beriman yang senantiasa mempertahankan imannya hingga ajal menjelang. Dia bertahan teguh dalam iman dengan mengamalkan sedikit ilmu yang yang diberikan seorang ahli, dalam hal ini tokoh Agama Nasrani, dan menolak untuk tunduk kepada raja yang zalim yang hendak membinasakannya dengan dalih kondusivitas.
Berbagai peristiwa luar biasa terjadi sepanjang perjalanan usaha membinasakan si Ghulaam, namun selalu gagal dan justru menghasilkan kejadian-kejadian di luar kebiasaan.
Walhasil, si Gulaam tersebut bahkan harus memberitahu si raja yang zhalim itu terkait cara untuk membinasakannya. Bermodal sedikit amalan, Kitab Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir IV Surah al-Buruuj mengisahkan bahwa pemuda tersebut berkata kepada raja, “Anda tidak dapat membunuh saya kecuali bila Anda melaksanakan perintah saya. Bila Anda melaksanakannya maka Anda dapat membunuh saya, bila tidak, sampai kapan pun Anda tidak dapat membunuh saya.” Tanya raja, “apa itu?” Jawab pemuda, “Anda kumpulkan umat manusia pada satu lapangan. Kemudian, Anda salib saya di batang pohon kurma, lalu Anda ambil panah dari tabung kepunyaan saya, setelah itu ucapkanlah, “dengan nama Allah, Tuhan pemuda itu.” “⁰Maka bila anda melakukannya, Anda pasti dapat mebunuh saya.”
Raja segera melaksanakannya, kemudian meletakkan panah pada busur kepunyaannya, lalu mengatakan, “dengan nama Allah, Tuhan pemuda itu.” Panah itu melesat tepat mengenai pelipisnya. Lalu pemuda itu memegang anak panah dan mati. Ketika itu orang-orang yang menyaksikan ramai-ramai mengatakan, “kami beriman kepada Tuhan pemuda itu.”
Lalu dikatakanlah kepada raja, “tidakkah Anda saksikan apa yang selama ini Anda khawatirkan?” “Demi Allah, sesungguhnya hal itu telah terjadi.” “Semua orang beriman kepada Allah.” Sebagaimana sempat disinggung di atas, inilah awal mula peristiwa al-Khuduud yang merupakan bentuk mufrad dari al-Ukhduud yang berarti parit.
Raja memerintahkan untuk menggali tanah, lalu dibuat menjadi beberapa parit, lalu menyalakan api di sana. Dia berkata, “barangsiapa yang kembali kepada agamanya, maka biarkanlah orang itu, bila tidak, masukkanlah dia ke sana.”
Mereka semua dipaksa dan didorong masuk ke sana. Datanglah seorang wanita dengan anak yang masih disusuinya, seolah-olah dia ragu-ragu masuk ke dalam api, namun anaknya berkata, “bersabarlah wahai ibuku! Sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.”
Kedua, Ashabul Kahfi atau orang-orang penghuni goa. Kisah Ashabul Kahfi adalah kisah pemuda dalam al-Qur’an yang paling familiar dan populer sekaligus paling lengkap. Dalam sejarah dikisahkan, tujuh pemuda yang beriman melarikan diri ke dalam goa demi menyelamatkan iman kepada Allah dari rongrongan kaumnya.
Kisah mereka terabadikan dalam Qur’an bagian awal Surat al-Kahfi. Di dalam goa tersebut, pemuda-pemuda tersebut berdo’a:
رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Rabbanaa aatinaa min lanka rohmah, wa hayyi’ lanaa min amrinaa rosyadan.”
“wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.”
Awal kisah Ashabul Kahfi, berdasar Tafsir Ibnu Katsir tentang Surah al-Kahfi, pada suatu hari, tatkala orang-orang pergi untuk merayakan hari raya, maka para pemuda itu pun pergi bersama ayah dan kaumnya.
Mereka melihat kaumnya bersujud dan menyembelih bukan atas nama Allah Ta’ala. Mereka sudah mengetahui bahwa penyembelihan tidak layak dilakukan kecuali atas nama Allah, maka masing-masing pemuda memisahkan diri.
Dikisahkan, pemuda yang pertama kali memisahkan diri itu duduk di bawah pohon. Kemudian bergabung pula pemuda yang lain, lalu pemuda berikutnya, padahal pemuda yang satu tidak mengenal pemuda yang lainnya. Merujuk sebuah hadits, dikatakan dalam kitab tersebut bahwa sesungguhnya yang mempersatukan mereka di sana ialah Zat yang mempersatukan hati mereka dalam keimanan.
Dalam uzlah (mengasingkan/mengisolasi diri), mereka membuat tempat ibadah sendiri.
Lalu kaumnya mengetahui keadaan mereka dan melaporkannya kepada raja. Dihadapkanlah mereka kepada raja.
Maka pertentangan antara para pemuda beriman dengan kaum yang dipimpin raja yang musyrik dimulai. Singkat cerita, para pemuda itu tetap teguh dan menolak untuk kembali kepada agama lama mereka. Mereka pun akhirnya menemukan jalan untuk melarikan diri.
Pada saat itulah, mereka melarikan diri ke gua. Mereka bernanung di dalamnya sehingga kaumnya pun kehilangan jejak mereka. Lalu sang raja mencari mereka. Namun Allah melenyapkan ihwal mereka.
Juga dikemukakan dalam hadits hasan, berkah para pemuda itu juga meliputi anjingnya. Apa yang diterima oleh pemuda diterima oleh anjingnya, yaitu tertidur dalam posisi mengunjur. Inilah manfaat berteman dengan kaum atau umat terpilih, sehingga anjing pun menjadi bahan cerita, tuturan, dan persoalan.
Ketiga, pemuda yang bertemu dan dibunuh Dajjal si penyebar fitnah. Dajjal sendiri berarti sangat dusta atau kebohongan besar.
Penulis berijtihad dengan menyebut pemuda termaksud dengan Pemuda Akhir Zaman. Dialah pemuda akhir zaman yang sesungguhnya, yang dibunuh Dajjal dengan memotong tubuh pemuda tersebut menjadi dua bagian, kemudian dengan izin Allah, Dajjal menghidupkannya dan pemuda tersebut pun hidup kembali.
Dengan tujuan mengkafirkannya, Dajjal menghidupkan kembali si pemuda akhir zaman tersebut agar mengakui ketuhanan Dajjal yang sebenarnya adalah palsu atau fitnah belaka. Namun pemuda tersebut tetap teguh dengan keimanan dan keislamannya.
Dalam dunia senantiasa ada yang istimewa, kira-kira demikian menggambarkan posisi si pemuda. Bagaimana tidak, satu sisi Rasulullah mengimbau ummatnya, Shallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa dan sebisa mungkin menghindar dari Dajjal, pemuda tersebut justru sebaliknya.
Dikisahkan bahwa pemuda akhir zaman tersebut istiqomah dalam keimanan meski Dajjal telah menunjukkan aksi atau fitnahnya yang besar. Uniknya, berbeda dengan dua kisah sebelumnya, pemuda akhir zaman belum terjadi dan akan disaksikan secara langsung oleh manusia yang mengalami langsung bersamaan dengan Dajjal di akhir zaman.
Demikian kisah para pemuda penuh hikmah untuk direnungkan dan kiranya menambah wawasan, ilmu dan iman, serta diambil ibroh berupa urgensi ilmu agama dan pengamalannya, perjuangan mempertahankan keimanan dari rongrongan kemusyrikan atau kejahiliyahan, serta keteguhan iman dalam berbagai kondisi, bahkan paling genting sekali pun. “Robbighfir warham wa Anta Khoirur-rohimiin.”!